Penyakit kusta (Morbus Hansen)
adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae jika tidak ditangani dapat
menyebabkan kerusakan kulit, saraf,
anggota gerak dan mata.1 Jalur penularan
kusta sampai saat ini belum seluruhnya
terungkap. Faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian kusta di antaranya
yaitu kontak serumah dengan penderita
kusta, kontak tetangga, kondisi kebersihan
perseorangan yang buruk, pengetahuan,
jenis kelamin, status vaksinasi BCG, dan
kondisi sosio-ekonomi.2
Lebih dari 200.000 kasus kusta baru
ditemukan setiap tahun di dunia.3 Wilayah
dengan kasus tertinggi yaitu Asia Tenggara
(72,1%) dan Amerika (15,3%).4 Indonesia
telah mencapai target eliminasi kusta pada
tahun 2000, namun 13 provinsi masih
memiliki angka prevalensi lebih dari
1/10.000 penduduk.5 Penderita kusta di
ASEAN 2,2% dari Provinsi Jawa Timur.
Prevalence Rate (PR) pada tahun 2016
sebesar 1,06 per 10.000 penduduk. Sebelas
kabupaten/kota masih memiliki PR di atas
1/10.000 penduduk (high endemis),
tertinggi ada di Sumenep (PR:4,38) diikuti
Kabupaten Sampang (PR:3,69) dan paling
rendah ada di Tulungagung (PR:0,06).6
Kemoprofilaksis adalah pemberian
obat untuk mencegah infeksi, pada kusta
mencegah infeksi M. leprae pada orang
yang berisiko tinggi terpapar bakteri
tersebut (kontak penderita).4 Kegiatan
kemoprofilaksis telah dilakukan terhadap
kontak penderita kusta sebanyak 15.848
orang (94,55%) dari sasaran kontak
sebesar dengan Case Detection Rate
sebesar 35,55 per 100.000 penduduk.
Proporsi wanita 41% proporsi anak 17%
dari seluruh kasus baru, yang masih tinggi
jika dibandingkan dari target sebesar
kurang dari 5%.6 16.762 orang di
Kabupaten Sampang sejak April 2012–
Desember 2014.7 Tahun 2016 kasus di
Kabupaten Sampang sebanyak 333 orang.
Penelitian ini bertujuan mencari faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian kusta
pasca kemoprofilaksis.
Metode
Jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian observasional dengan
menggunakan case control study untuk
mengetahui beberapa faktor risiko kejadian
kusta pasca kemoprofilaksis. Variabel
bebas yang diteliti meliputi tingkat
pendidikan, status vaksinasi BCG, status
gizi, riwayat luka terbuka, kepatuhan
minum obat kemoprofilaksis, kondisi
ekonomi keluarga, kebersihan perorangan
dan kondisi rumah.
Tingkat pendidikan terhadap kejadian
kusta pasca kemoprofilaksis
Proporsi responden alami kejadian
kusta pada kelompok pendidikan rendah
sebesar 59,7% > dibanding responden pada
kelompok pendidikan tinggi sebesar
40,3%. Faktor tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap kejadian kusta
Elhamangto., et al., JEKK. 2 (2) 2017 91
©2017, JEKK, All Right Reserved
(p=0,001; OR:2,27; 95% CI: 1,363-3,766).
Responden dengan tingkat pendidikan
rendah berisiko 2,27 kali tertular penyakit
kusta dibandingkan responden dengan
tingkat pendidikan tinggi (Tabel 1).
Kepatuhan minum obat terhadap
kejadian kusta pasca kemoprofilaksis
Proporsi responden alami kejadian
kusta pada kelompok tidak patuh minum
obat sebesar 51,6% > dibanding responden
pada kelompok patuh minum obat sebesar
48,4%. Faktor kepatuhan minum obat
berpengaruh terhadap kejadian kusta
(p=0,05; OR: 1,63; 95%CI: 0,987-2,702).
Responden yang tidak patuh meminum
obat kemoprofilaksis berisiko 1,63 kali
tertular penyakit kusta dibandingkan
responden yang patuh meminum obat
kemoprofilaksis (Tabel 2).
Lama kontak terhadap kejadian kusta
pasca kemoprofilaksis
Proporsi responden alami kejadian
kusta pada kelompok kontak 1 tahun
sebesar 74,2% > dibanding responden pada
kelompok kontak <1 tahun sebesar 48,4%.
Faktor lama kontak berpengaruh terhadap
kejadian kusta (p=0,035; OR: 1,814;
95%CI: 1,075 – 3,062). Responden yang
lama kontak dengan penderita ≥1 tahun
berisiko 2,29 kali tertular penyakit kusta
dibandingkan responden yang lama kontak
<1 tahun (Tabel 3).
Status vaksinasi BCG terhadap kejadian
kusta pasca kemoprofilaksis
Proporsi responden pada kelompok
tidak ada parut BCG dan kelompok ada
parut BCG masing-masing 50%. Faktor
status vaksinasi BCG merupakan faktor
protektif terhadap kejadian kusta pasca
kemoprofilaksis (p=0,029; OR: 0,57;
95%CI: 0,343 – 0,947) (Tabel 4).
Status gizi terhadap kejadian kusta
pasca kemoprofilaksis
Proporsi responden alami kejadian
kusta pada kelompok gizi buruk sebesar
74,2% > dibanding responden pada
kelompok gizi baik sebesar 25,8%. Faktor
status gizi berpengaruh terhadap kejadian
kusta (p=0,001; OR: 4,68; 95%CI: 2,725-
8,022). Orang yang tergolong status gizi
buruk berisiko 4,68 kali tertular penyakit
kusta dibandingkan orang yang status
gizinya baik (normal) (Tabel 5).
Riwayat luka terbuka terhadap
kejadian kusta pasca kemoprofilaksis
Proporsi responden alami kejadian
kusta pada kelompok pernah mengalami
luka terbuka sebesar 43,5% < dibanding
responden pada kelompok tidak pernah
mengalami luka terbuka sebesar 56,5%.
Faktor riwayat pernah mengalami luka
terbuka tidak berpengaruh terhadap
kejadian kusta (p=0,003;OR: 0,47;95%CI:
0,283–0,782) (Tabel 6).
Kondisi ekonomi terhadap kejadian
kusta pasca kemoprofilaksis
Proporsi responden alami kejadian
kusta pada kelompok pendapatan kurang
sebesar 75,0% > dibanding responden pada
kelompok pendapatan tinggi sebesar
25,0%. Faktor kondisi ekonomi keluarga
berpengaruh terhadap kejadian kusta
(p=0,001;OR:3,31; 95%CI: 1,930-5,660).
Orang yang tergolong kondisi ekonomi
keluarga berpendapatan kurang berisiko
3.31 kali tertular penyakit kusta
dibandingkan orang yang kondisi ekonomi
keluarga berpendapatan tinggi (Tabel 7).
Elhamangto., et al., JEKK. 2 (2) 2017 92
©2017, JEKK, All Right Reserved
Kebersihan perorangan terhadap
kejadian kusta pasca kemoprofilaksis
Proporsi responden mengalami
kejadian kusta pada kelompok kebersihan
perorangan buruk sebesar 73,4%>
dibanding dengan kelompok kebersihan
perorangan baik sebesar 26,6%. Faktor
kebersihan perorangan berpengaruh
terhadap kejadian kusta pasca
kemoprofilaksis(p=0,002;OR:2.35; 95%
CI:1,378-3,995). Orang yang tergolong
kebersihan perorangan buruk berisiko 2,35
kali tertular penyakit kusta dibandingkan
yang memiliki kebersihan perorangan baik
Tingkat pendidikan terhadap kejadian
kusta pasca kemoprofilaksis
Faktor tingkat pendidikan rendah
berpengaruh terhadap kejadian kusta
(p=0,026,OR:1,94, 95%CI: 1,083–3,490).
Responden dengan tingkat pendidikan
rendah berisiko 1,94 kali tertular kejadian
kusta pasca kemoprofilaksis dibanding
dengan tingkat pendidikan tinggi.
Penelitian yang dilakukan Pontes et
al9 menemukan bahwa subjek yang
berpendidikan rendah, pernah mengalami
kekurangan makanan, kebiasaan mandi di
badan air terbuka (sungai, danau, kolam)
sehingga meningkatkan risiko penularan
kusta di Brazil. Pada subjek yang
berpendidikan rendah lebih berisiko
mengalami kejadian kusta dibanding
dengan subjek yang berpendidikan tinggi
OR=2,05 (95% CI; 1,29-3,27). Keadaan ini
dapat disebabkan oleh pengetahuan tentang
penyakit kusta pada subjek yang
berpendidikan tinggi dapat memahami
mekanisme penularan kusta sehingga risiko
kejadian kusta dapat dihindarkan.9
Lama kontak terhadap kejadian kusta
pasca kemoprofilaksis
Faktor lama kontak dengan penderita
kusta ≥1 tahun berpengaruh terhadap
kejadian kusta pasca kemoprofilaksis
(p=0,023; OR=2,05; 95%CI=1,105-3,813).
Job et al10 enemukan bahwa pada penderita
kusta multibasiler yang belum diobati 80%
ditemukan M. leprae di kulit dan 60% di
mukosa hidung. Pada penelitian yang sama
didapatkan hasil bahwa pada orang yang
kontak serumah dengan penderita kusta
17% ditemukan M. leprae pada kulit dan
4% pada mukosa hidung. Dalam penelitian
ini juga ditemukan bahwa 6(60%)
penderita kusta multibasiler yang sudah
mendapatkan pengobatan dengan MDT
masih ditemukan M. leprae pada kulit dan
Elhamangto., et al., JEKK. 2 (2) 2017 95
©2017, JEKK, All Right Reserved
4 (40%) masih ditemukan M. leprae pada
mukosa hidung.10
Mekanisme penularan kusta yang
pasti belum diketahui, namun kedekatan
kontak dengan penderita kusta diyakini
bisa meningkatkan risiko kejadian kusta.
Penelitian yang dilakukan oleh Noordeen
pada tahun 1978 di India Selatan
menemukan bahwa tinggal serumah
dengan penderita kusta non-lepromatus
meningkatkan risiko terkena kusta sebesar
9,5 kali.11 Semakin dekat hubungan
keluarga dengan penderita kusta semakin
tinggi risiko terkena kusta. Demikian juga
dengan jarak tempat tinggal, semakin dekat
bertetangga dengan penderita kusta
semakin tinggi risiko menderita kusta.12
Status gizi terhadap kejadian kusta
pasca kemoprofilaksis
Faktor status gizi buruk pada
responden berpengaruh terhadap kejadian
kusta (p=0,000; OR=5,04; 95%CI=2,761 –
9,182). Penyakit kusta banyak menyerang
masyarakat dengan sosial ekonomi rendah.
Hal ini dikaitkan dengan rendahnya daya
tahan tubuh, gizi yang kurang baik dan
lingkungan serta hygiene yang tidak baik.13
Faktor nutrisi dikatakan berperan
dalam penularan M. leprae. Kejadian kusta
tampak berkaitan dengan rendahnya
produksi susu dan gandum. Menurut Berg,
kondisi nutrisi sangat membaik pada
pertengahan kedua abad 19, dan juga
perbaikan pendapatan per kapita membuat
populasi Norwegia lebih resisten terhadap
infeksi M. leprae.14
Kondisi ekonomi keluarga terhadap
kejadian kusta pasca kemoprofilaksis
Kondisi ekonomi keluarga yang
berpendapatan kurang berpengaruh
terhadap kejadian kusta (p=0,000;
OR=3,25;95%CI=1,775-5,96). Penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Muharry di Kecamatan Tirto
Kabupaten Pekalongan yang telah
didiagnosis penderita kusta berdasarkan
pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Sampel diambil berdasarkan fixed disease
sampling. Hasil analisis multivariat
menunjukkan bahwa faktor ekonomi
keluarga yang rendah berpengaruh
terhadap kejadian kusta (p=0,001 dan
OR=6,356; 95%CI: 2,212 - 18,267).
2
Noorden13 menyebutkan faktor etnik,
iklim, migrasi dan kondisi sosial ekonomi
juga mempengaruhi penularan penyakit.
Dikatakan bahwa sosial ekonomi rendah,
kondisi rumah yang buruk dan terlalu padat
berpengaruh terhadap penularan penyakit
kusta. Rendahnya angka pasien baru di
Eropa dihubungkan dengan perbaikan
keadaan sosial ekonomi.
Pendapatan merupakan salah satu
faktor yang mempunyai peran dalam
mewujudkan kondisi kesehatan seseorang.
Pendapatan yang diterima seseorang akan
mempengaruhi daya beli terhadap barang-
barang kebutuhan lainnya seperti sandang
dan papan. Seseorang dengan kondisi
ekonomi keluarga rendah mempunyai
risiko 6,356 kali lebih besar menderita
kusta dibandingkan dengan seseorang yang
kondisi ekonomi keluarganya baik.2
Kebersihan perorangan terhadap
kejadian kusta pasca kemoprofilaksis
Faktor kebersihan perorangan yang
buruk berpengaruh terhadap kejadian
kusta (p=0,001; OR=2,77; 95%CI=1,498-
5,105). Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Muharry2 di
Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan
yang telah didiagnosis penderita kusta
berdasarkan pemeriksaan klinis dan
laboratorium. Sampel diambil berdasarkan
fixed disease sampling. Hasil analisis
multivariat menunjukkan faktor kebersihan
perorangan buruk berpengaruh terhadap
Elhamangto., et al., JEKK. 2 (2) 2017 96
©2017, JEKK, All Right Reserved
kejadian kusta (p=0,000 dan OR=15,746;
95%CI=4,159-59,612).
2
Kebersihan perorangan adalah
perawatan diri dari individu untuk
mempertahankan kesehatannya yang
dipengaruhi oleh nilai serta keterampilan.
Di dalam dunia keperawatan, kebersihan
perorangan merupakan kebutuhan dasar
manusia yang harus senantiasa terpenuhi.
Kebersihan perorangan termasuk dalam
tindakan pencegahan primer yang spesifik.
Kebersihan perorangan menjadi penting
karena kebersihan perorangan yang baik
akan meminimalkan pintu masuk (port of
entry) mikroorganisme dan pada akhirnya
mencegah seseorang terkena penyakit.15
Status vaksinasi BCG terhadap kejadian
kusta pasca kemoprofilaksis
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Haryadi dan Hardyanto16 di Kabupaten
Brebes, Jawa Tengah pada analisis
multivariat menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara parut
BCG dengan kejadian kusta (OR: 0,37;
95% CI; 0,215-0,638). Faktor parut BCG
melindungi (protektif) terhadap kejadian
kusta sebesar 5,5% dan Parut BCG
memberi perlindungan terhadap kejadian
kusta sebesar 63%.16
Bacille Calmette Guerin (BCG)
dibuat dari satu strain dari Mycobacterium
bovis yang dilemahkan. Vaksin ini
digunakan utamanya untuk pencegahan
terhadap penyakit yang disebakan oleh
Mycobacterium tuberculosis (TBC).17 Pada
akhir tahun 1930 muncul dugaan bahwa
BCG juga mempunyai daya lindung
terhadap penyakit kusta. Ditemukan bahwa
vaksin BCG memberikan perlindungan
terhadap kejadian kusta sebesar 80% pada
kelompok umur 0-15 tahun di Uganda.
Vaksinasi BCG juga dapat memberikan
perlindungan sebesar 40% pada kelompok
umur 0-4 tahun di Burma. Vaksinasi BCG
memberikan perlindungan sebesar 46% di
populasi dengan perlindungan tertinggi
pada kelompok umur 5-14 tahun di
Karimui. Vaksinasi BCG juga diketahui
dapat melindungi seseorang dari terkena
gejala klinis kusta antara 20-80% di
berbagai tempat.18
Riwayat luka terbuka terhadap kejadian
kusta pasca kemoprofilaksis
Faktor riwayat luka terbuka
merupakan faktor protektif terhadap
kejadian kusta pasca kemoprofilaksis
(p=0,002; OR=0,37; 95%CI=0,200-0,699).
M. leprae sering kali masuk melalui luka
pada kulit yang terkontaminasi atau
inokulasi dan melalui mukosa nasal.
Responden merawat luka-luka pada kulit
dengan teratur dan baik sehingga kecil
kemungkinan untuk tertular kusta melalui
luka terbuka.
Kondisi rumah terhadap kejadian kusta
pasca kemoprofilaksis
Faktor kondisi rumah pada uji
bivariat tidak terbukti sebagai faktor risiko.
(p=0,501;OR:1,20,95%CI:0,707-2,033).
Kondisi rumah responden di Sampang
sebagian besar masih semi permanen yang
kebersihannya terjaga. Mereka memiliki
budaya yang khas yaitu kamar mandinya
terpisah dari rumah induk dengan alasan
agar tidak mengundang rayap yang akan
merusak konstruksi rumah, dan juga ada
tersedia mushola-mushola sebagai tempat
ibadah di setiap lingkungan mereka.